Liverpool Kacau dan Kalah Segalanya: Slot Harus Bercermin, Bukan Menyalahkan Lawan, Duh!
Gobetnews – Gobetmania Yo, sobat! Arne Slot tampak mulai kehilangan arah. Pelatih asal Belanda itu nganggep perubahan pendekatan lawan sebagai penyebab utama merosotnya performa Liverpool musim ini, tapi hasil memalukan di markas Brentford nunjukin masalah sesungguhnya ada di tubuh timnya sendiri.
Kekalahan 2-3 di Gtech Community Stadium mungkin tampak tipis di papan skor, akan tapi permainan di lapangan berkata lain. Liverpool beneran kalah di semua aspek — dari organisasi, determinasi, sampe mental bertanding. Kalau mereka curi satu poin pun, itu bakal terasa kayak pencurian gede.
Brentford tampil lebih hidup, lebih agresif, dan lebih paham gimana ngehancurin tim juara bertahan Premier League yang sekarang kehilangan identitas. Arne Slot boleh aja ngomong soal bola-bola panjang dan blok rendah lawan, tapi publik tau kalau kelemahan Liverpool bukan karena lawan berubah — tapi karena mereka sendiri nggak berkembang.
Kekalahan ini jadi yang keempat secara beruntun di Premier League, nyamai catatan buruk Liverpool di Februari 2021. Ini kejatuhan yang ironis buat tim yang beberapa bulan lalu angkat trofi liga dengan gagah.
Sekarang, Slot nggak bisa lagi cari kambing hitam di luar. Waktunya tatap cermin dan tanya: apa yang beneran salah di ruang ganti Anfield?
Dari Juara ke Krisis: Kejatuhan yang Terjadi Terlalu Cepat
Empat kekalahan beruntun di Premier League bikin Liverpool sejajar sama catatan suram Leicester 2016-17, Liverpool 2020-21, dan Manchester City musim lalu. Fakta kalau juara bertahan sekarang terpuruk secepat ini gambarin betapa dalamnya krisis yang dihadapi.
Slot ngeluh soal lawan yang main lebih direct dan bertahan rapat. Tapi, justru pengakuan itu jadi sinyal bahaya: pelatih yang sadar celah di timnya, tapi belum mampu nutupinya. Dia pun ngaku, “Kebobolan tiga gol jelas terlalu banyak kalau pengen menangin pertandingan sepak bola. Gol pertama dari bola mati, yang kedua dari serangan balik — dua hal yang memang jadi keunggulan Brentford.”
Sejak Mei, Liverpool udah sembilan kali kebobolan dua gol atau lebih — terbanyak di antara semua tim Premier League. Musim lalu, mereka baru capai angka 14 kebobolan setelah 16 laga. Tahun ini, catatan itu udah tercipta cuma dalam sembilan pertandingan.
Pertahanan Rapuh, Van Dijk dan Kerkez Jadi Simbol Kekacauan
Kalau lini belakang adalah fondasi sebuah tim, maka Liverpool sekarang berdiri di atas pasir. Duet Virgil van Dijk dan bek muda Milos Kerkez (yang ditebus £40 juta atau sekitar Rp805 miliar) justru jadi titik rawan.
Van Dijk yang dulu dikenal sebagai tembok tak tertembus sekarang tampak ragu dan sering salah posisi. Dia bahkan jatuhin Dango Ouattara di tepi kotak penalti, hasilkan tendangan 12 pas yang diselesaikan sempurna oleh Igor Thiago. Ini momen yang tegasin kalau kapten Liverpool sekarang cuma bayangan dari dirinya yang dulu.
Slot memang masih percaya bek Belanda itu, tapi sinyal frustrasi kelihatan jelas di lapangan. Beberapa kali Van Dijk tampak saling pandang penuh tanya sama Kerkez — ekspresi klasik dari sistem pertahanan yang kehilangan koordinasi dan rasa percaya diri.
Midfield Tanpa Jiwa, Wirtz Gagal Jadi Solusi Mahal

Liverpool bukan cuma bermasalah di belakang, tapi juga kehilangan denyut di lini tengah. Florian Wirtz, gelandang yang didatangkan harga fantastis £116 juta (sekitar Rp2,33 triliun), balik tampil mengecewakan.
Penampilannya yang sempat menjanjikan waktu kemenangan 5-1 di Liga Champions atas Eintracht Frankfurt lenyap begitu aja di London barat. Dia gagal manfaatkan peluang emas di babak pertama dan akhirnya digantikan Joe Gomez waktu skor 1-3. Para suporter Brentford pun lepas dia dengan nyanyian sinis: “What a waste of money,” atau “Sungguh pemborosan uang.”
Slot tentu nggak bisa sepenuhnya nyalahin Wirtz. Masalahnya lebih dalam: Liverpool kehilangan struktur. Nggak ada ritme, nggak ada koneksi antar lini. Bola mengalir tanpa arah, dan setiap serangan tampak kayak upaya individu tanpa orkestrasi.
Salah Meredup, Ekitike Tak Tersentuh, dan Tantangan ke Depan
Mohamed Salah masih kasih secercah harapan lewat golnya di menit-menit akhir, tapi performa keseluruhan sang legenda Mesir jauh dari kata mengesankan. Dia kelihatan frustrasi, sering kehilangan bola, dan kesulitan nemu ruang kayak musim-musim sebelumnya.
Hugo Ekitike — salah satu rekrutan yang beneran nunjukin potensi — nyaris nggak dapet suplai bola. Dia sendirian di depan, tanpa dukungan nyata dari lini tengah. Absennya Alexander Isak (cedera, dibeli £125 juta, atau sekitar Rp2,51 triliun) dan Ryan Gravenberch bikin serangan Liverpool tumpul dan mudah dipatahkan.
Slot pun tegasin, “Yang harus saya lakukan sekarang adalah liat apa yang kami lakukan salah dan apa yang kami lakukan benar. Saya sudah punya gambaran jelas di mana kami harus perbaiki diri, tetapi itu tidak terjadi di pertandingan-pertandingan sebelumnya. Kami tidak melakukan hal-hal dasar dengan benar.”
Saatnya Bercermin, Bukan Menyalahkan Dunia
Musim ini, Liverpool bukan cuma kalah dalam skor, tapi dalam spirit. Mereka kehilangan arah, kehilangan ketenangan, dan kehilangan karakter juara. Slot perlu berhenti cari penyebab di luar dirinya dan mulai perbaiki apa yang rusak di dalam.
Dengan pengeluaran hampir £450 juta (sekitar Rp9,04 triliun) di bursa transfer, nggak ada lagi alasan buat tampil kayak tim medioker. Satu kemenangan di Frankfurt sekarang terasa kayak ilusi kecil di tengah mimpi buruk panjang yang belum berakhir.
Baca Juga : Klasemen Sementara Moto3 2025 Usai Seri Malaysia di Sepang, Wah!
Arne Slot nggak sedang hadapi krisis taktik semata, tapi krisis jati diri. Kalau dia nggak segera nemu jawabannya, mimpi pertahan gelar Premier League bakal berubah jadi dongeng lama soal kejayaan yang memudar.
Nah, lo gimana pendapatnya? Arne Slot beneran harus bercermin atau masih nyalahin lawan? Liverpool bakal bangkit atau makin terpuruk? Share di komentar, dan jangan lupa like & share biar makin rame! ⚽
